@SyifaDhani. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Menelusuri jejak- jejak kejayaan CEMPAKA..

Judul Buku    :   Galuh Hati
Pengarang     :   Randu
Jumlah hal     :   292
Penerbit        :   Moka Media

Apa yang ada di pikiranmu jika kusebutkan satu kata" Intan". Pasti langsung kau sebutkan satu kata pula" Martapura".Sebuah daerah di Pulau Kalimantan yang kondang sebagai daerah penghasil intan .Padahal sesungguhnya, daerah di mana intan didulang dengan sekuat tenaga bahkan seringkali mengorbankan jiwa, adalah desa Cempaka. Sebuah desa di mana hampir sebagian besar penduduknya, untuk tidak menyatakan seluruhnya, adalah pendulang- pendulang intan. Tempat di mana bahkan anak- anak pun sudah diarahkan untuk menjadi pendulang, alih- alih menuntut ilmu.Dan berlatar belakang daerah ini, novel indah ini dituliskan.

Adalah Abul, seorang anak yang masih bersekolah di SD, menjadi bagian dari keseharian kisah pendulang Intan. Yang membedakan adalah, kedua orang tuanya lebih menghendakinya menuntut ilmu setinggi mungkin. Tapi karena kecelakaan yang dialami ayahnya di pendulangan( ayahnya kehilangan kedua tangannya karena menahan batu besar yang runtuh selama beberapa jam), Abul terpaksa harus membantu ibunya berjualan di tanah pendulangan. Bagi Abul itu membuatnya seperti tentara yang terjun payung sendirian ke daerah musuh ( halaman 10). Di tempat itulah, Abul dengan mata kepala sendiri, sering melihat aneka tragedi. Tentang orang- orang yang tetap harus menambang, bahkan di musim penghujan, saat di mana tebing- tebing lebih mudah runtuh dan memakan nyawa, anak anak sekali pun.

Walau pun sang ayah sudah pensiun dari mendulang, bukan berarti Abul tak mendapatkan cerita demi cerita yang masih berkaitan dengan pendulangan. Bisa jadi itu caranya berdamai dengan masa lalu atau bahkan memupuskan masa rindunya. Ayahnya bercerita tentang intan Trisakti, sebuah intan sebesar 200 karat, sebesar telur puyuh.Ayahnya berkata" Warna safir yang keluar dari batu mulia itu saat ia tertimpa cahaya matahari membuat kami percaya bahwa batu itu digelincirkan Tuhan dari surga. Itu adalah intan yang terindah yang pernah kulihat seumur hidupku"( halaman 17)

Dari ayahnya pula, Abul mengenal tokoh Kai Amak, seorang pendulang intan terkemuka, yang kaya raya dan memiliki banyak anak buah. Juga kisah tentang Kai Antas, se orang pendulang sekaligus sahabat kai Amak. Yang menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut para pendulang, pernah menemukan sebuah intan( galuh) yang bahkan lebih cerlang dan indah dari Trisakti, yang diberi nama Galuh Hati. Sayangnya, tidak seperti Kai Amak yang masih berjaya, misteri tentang Kai Antas dan Galuh Hatinya tetaplah misteri.


Sampai suatu saat, Kai Amak yang umurnya sudah senja, mengunjungi Abul di gubugnya dan mengajaknya mendulang di tengah malam. Di suatu tempat tersembunyi, dengan sembunyi- sembunyi pula. Bahkan Kai Amak sempat menitipkan Linggangan juga sekarung tanah hasil dulang untuk Abul simpan sementara.Kai Amak juga bercerita tentang persahabatannya dengan Kai Antas, pendulang lurus hati yang tak pernah mementingkan diri sendiri. Kai Amak bercerita tentang " cinta segitiganya". Dia, Antas dan Sarah. Kai Amak yang pada mulanya menjadi jembatan antara Antas dan Sarah, ternyata tanpa diduga jatuh cinta kepada kekasih sahabatnya itu. Kai Amak bahkan semakin terpukul saat mengetahui kenyataan bahwa pernikahan akan dilakukan setelah Antas bisa memberi mas kawin intan yang disebut Galuh Hati . Yang sayangnya lagi, sudah berhasil ditemukan Antas( halaman 59). Abul masih bersikeras untuk tahu akhir dari kisah itu, tapi Ki Amak menundanya di lain hari.Sebuah janji yang sayangnya tak akan ditepati, karena keesokan harinya, ibunya mengabarkan bahwa Kai Amak meninggal dunia.

Sementara itu, di kelasnya ada anak baru bernama Gilardia Florens, seorang gadis tuna grahita yang peramah dan suka bercerita. Diawali dengan sebuah perdebatan ala anak- anak, mereka lalu bersahabat . Gilardia Florens yang biasa dipanggil Gil lah yang kemudian menyediakan segenap bantuannya, saat ternyata " kematian" Kai Amak ternyata menjadi awal dari serangkaian peristiwa misterius. Mulai dari Abul yang didesak untuk mengatakan segala sesuatu yang diketahui tentang Kai Amak, oleh bekas sopirnya sendiri yang bernama Nizam, melacak jejak Kai Antas dan juga Sarah, merunut jejak tentang penemuan- penemuan intan, di masa lampau. Gil juga yang lewat internet, menghubungkan Abul dengan sesorang yang tahu tentang Galuh Hati. Gil pulalah yang membisikkan ide untuk menyelidiki masalah itu, lewat seorang sepupu Kai Amak yang sekarang meninggali rumahnya. Di rumah itulah, Abul menemukan banyak data- data baru, yang selama ini luput dari pengamatannya.

Dan bukan berarti, penemuan- penemuan Abul dan Gil jadi akhir dari kisah ini. Peristiwa- peristiwa yang terjadi sesudahnya ternyata membuat kejutan- kejutan baru. Mulai dari Abul yang dikeroyok oleh beberapa orang tak dikenal di gubugnya( untungnya, Anang, salah satu temannya yang lain berhasil menyelamatkannya), sampai terkuaknya kabar bahwa Kai Amak ternyata belum meninggal dan selama ini melakukan suatu kejahatan, yakni menjadi penampung intan- intan secara ilegal dan menjualnya dengan harga puluhan kali lipat di pasar gelap di luar negri.

Lantas di manakah gerangan Kai Amak sekarang? Siapa sebenarnya Nizam? Apa yang terjadi dengan Kai Antas, Sarah juga tentang Galuh Hati itu sendiri? Semua pertanyaan itu akan terjawab satu demi satu, di akhir cerita berhalaman  292 ini.

Sebagai sebuah novel yang berusaha mengupas lebih dalam tentang daerah pendulangan intan, Cempaka sebagai settingnya, saya merasa novel ini berhasil. Suka duka yang pekat menimpa para pendulang, juga ditampilkan dengan data yang mendukung. Bagaimana penemuan sebuah intan seperti Trisakti misalnya, ternyata juga tak bisa menaikkan taraf hidup penemunya(  halaman 21). Juga tentang bagaimana, kematian bukanlah sebuah hal yang istimewa bagi mereka.Novel ini juga berhasil menyampaikan sebuah nilai universal yakni tentang persahabatan. Tentang bagaimana seorang Gil menyerahkan beasiswa yang diterimanya kepada Abul, yang dianggapnya lebih pantas menerimanya( halaman 278-279). Juga tentang Abul dan Gil yang berbesar hati menukar tiketnya ke Belanda, sebagai hadiah dari Sarah, untuk biaya Anang bersekolah( halaman 287). Diksi dari penulisnya juga keren, seperti " Senja Kuning, seperti itulah orang orang di kampung ini menyebutnya. Saat itu langit seolah olah menjadi pemarut kunyit raksasa yang menjadikan semesta luruh dalam warna pucat kuat"( halaman 2), Atau yang ini" Suatu hari yang telah bunting oleh kegelapan, seisi desa mendengar sebuah gemuruh yang menggetarkan di atas langit Cempaka"( halaman 274).

Abaikan beberapa thypo tentang salah penulisan, juga beberapa lembar halamannya yang membosankan, juga sebuah pertanyaan yang tercetus, tanpa mengurangi hormat saya pada anak tuna grahita, mungkinkah mereka bisa sepintar Gil?. Selani itu adalah sebuah novel yang enak dinikmati, sarat dengan lokalitas yang kuat, juga diksi yang menawan hati. Bacalah dan saya yakin, engkau akan menyetujuinya.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar