Membaca karya Windry
Ramadhina, selalu membuka ruang- ruang baru yang sebelumnya hanya
sedikit kutahu. Bahkan ketika sudah membacanya tuntas, masih tersisa
banyak hal yang tak kumengerti. Tapi entah mengapa aku menikmatinya,
membaca setiap halamannya dengan antusias, menangis tersedu di salah
satu bagiannya. Sempat gemes dengan Rayyi yang pada awalnya tak berani
bersikap, tersentuh dengan kepolosan Haru, juga sebel kepada Samuel
Hardi yang keren tapi tingkah lakunya nyebelin.
Buku ini berjudul
MONTASE, buku setebal 357 halaman yang bercerita tentang Rayyi dan
Haru, juga lingkungan mereka kuliah di Institut Kesenian Jakarta dan
pekerjaan Rayyi magang di kantor Samuel, juga perjuangan kerasnya
menggapai mimpi.
Adalah Rayyi, anak seorang cineas besar
Indonesia yang merasa " terjebak" kuliah di IKJ peminatan Produksi,
karena mengikuti kemauan ayahnya. Padahal sesungguhnya, minat dan
passionnya lebih pada Dokumenter.Itu pulalah yang mendorongnya ikut
suatu kompetisi film pendek yang diadakan oleh Greenpeace dan tidak
menang. Pemenangnya adalah seorang gadis Jepang bernana Haru, yang kikuk
dan ceroboh.Rayyi tak habis mengerti, bagaimana sebuah karya yang
menurutnya biasa- biasa saja bisa jadi juara.
Dalam sebuah kelas
peminatan dokumenter yang diikutinya sebagai pengunjung gelap( bukan
jurusannya), karena Samuel Hardi, seorang sineas dokumenter jadi dosen
tamunya, Rayyi akhirnya mengenal Haru,tapi tentu saja bukan perkenalan
yang pantas dikenang.Sebuah ketidaksukaan dan kesinisan yang berubah
menjadi ketertarikan seiring proses waktu. Apalagi saat mereka berdua
ditunjuk untuk mengerjakan suatu proyek bersama. Haru dan Rayyi menjadi
dekat dan sering bepergian mencari obyek- obyek yang menarik bagi
passion mereka.
Hidup ternyata tidak melulu tentang menjadi apa
yang kita mau. Hidup ternyata juga tentang perbedaan persepsi tentang
kesuksesan. Dan itu juga dialami Rayyi. Setelah mengantarkan Haru yang
mendadak pulang ke Jepang karena sakitnya( Haru ternyata menderita
Leukimia tingkat lanjut), Rayyi terlibat pertengkaran seru dengan sang
ayah yang mempertanyakan urgensinya bolos kuliah demi seorang Haru.
Sebuah pertengkaran yang berakhir dengan keinginan Rayyi keluar dari
kuliahnya, tidak dibiayai lagi hidupnya oleh sang ayah dan harus
meninggalkan rumah.
Rayyi lalu magang di rumah produksi milik
Samuel Hardi untuk menghidupi dirinya dan memuaskan passionnya pada film
dokumenter. Sememtara hubungan jarak jauhnya dengan Haru tetap
berlangsung, sampai sebuah kabar datang dari Jepang.Lantas, apakah yang
terjadi kemudian dengan hubungan Haru dan Rayyi?. Bagaimana pula
hubungan antara Rayyi dan ayahnya? Apakah Rayyi bisa meraih semua
impian- impiannya?
Seperti pada novel- novel lain sebelumnya,
kali ini Windry memperkenalkan sebuah dunia baru bagiku, dunia film
khususnya film dokumenter. Lengkap dengan istilah- istilahnya yang
beberapa di antaranya sulit dipahami awam. Tapi ya itulah Windry, selalu
membawa kebaruan dalam tiap karyanya. Walau begitu, menikmatinya dengan
utuh adalah hal lain dan ya, aku menikmatinya. Penulis berhasil
mengantarkan tema yang tak biasa dalam kalimat- kalimat yang runut dan
mudah dipahami. Karakter dan deskripsi tokoh, juga settingnya kuat dan
detil.Konfliknya juga kuat dan tidak diselesaikan dengan cara mudah.
Walau sempat merasa penyelesaian konflik Rayyi dan ayahnya terlalu lama,
terganggu dengan perbedaan alasan kenapa Haru bisa kuliah di IKJ( pada
suatu halaman ditulis karena dikirim kampusnya dan halaman lain
bercerita bahwa itu keinginan murni Haru karena memenuhi cita- cita
kedua orangtuanya), secara keseluruhan aku puas membaca novel ini.
Setingkat dengan MEMORI, tapi dengan janis kepuasan yang berbeda dan tak
sabar untuk membaca novel- novelnya yang lain
1 komentar:
mantap kak
go ahead
Posting Komentar