@SyifaDhani. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Braga Siang Itu, Memotret' kekuatan" Perempuan dan kegelisahannya

Judul buku         :   Braga Siang Itu.
Pengarang         :   Triani Retno A
Jenis buku         :   Kumpulan Cerita Pendek
Penerbit            :   Sheila
Jumlah halaman :   140
Tahun Terbit      :   2013

Entah ini karya keberapa dari seorang penulis produktif yang juga editor, Triani Retno.Dia yang piawai menulis dalam berbagai genre, kali ini menghadirkan sebuah kumpulan cerita pendek. Yang beberapa di antaranya pernah dimuat di surat kabar.Ada 15 cerita yang tersaji, dengan tokoh utama semuanya perempuan. Lebih tepatnya lagi perempuan yang" kuat;". Tapi sayangnya, kekuatan itu tak semuanya berkonotasi positif.

Dari 15 cerita yang ada, saya mengklasifikasikannya dalam kesamaan tema seperti ini,,
1/ Perempuan atau Ibu, yang seharusnya jadi pengayom dan berhati baik, ternyata tak semuanya seperti itu.Ibu juga bisa jadi sosok pemarah, jahat dan durhaka pada anak atau menantunya.Dan itu diwakili oleh beberapa cerita seperti Bunda, Ibu yang Tak Pernah Ada, Sansevieria, Saat Malin Bertanya, Hati yang Tak Kunjung Damai. Di cerita cerita tersebut, Retno menceritakan tentang sosok ibu yang hanya pandai menyiksa anaknya, mertua yang lidahnya tajam  juga ibu yang hitung- hitungan dengan anaknya tentang " budinya" membesarkan anaknya.
2/ Perempuan itu tangguh dan brusaha sangat kuat untuk membesarkan anak- anaknya, seperti yang diceritakan dalam kisah Ceu Kokom dan Merajut Hari. Keadaan ekonomi yang pas pasan tidak lantas membuat ibu dalam cerita itu menyerah dan pasrah.
3/ Perempuan juga bisa bernasib tragis  dan bahkan sampai sampai kehilangan ingatan. Di cerita berjudul Bunda Tak Tersenyum, penulis berkisah tentang seorang ibu yang kehilangan senyumnya setelah ditinggal suami yang berselingkuh. Di cerita lain yang berjudul Suara, dikisahkan tentang seorang perempuan yang kehilangan kewarasannya, saat usahanya menjadi caleg gagal. Meninggalkan hutang yang tak terhitung jumlahnya.Juga di cerita Gunting yang mengulas tentang perempuan yang akan diceraikan suaminya karena tak bisa mengendalikan penggunaan kartu kreditnya.
4/ Penulis juga mengulik tentang politik dalam kacamata seorang perempuan, lewat cerita Braga Siang Itu yang bercerita tentang perubahan seseorang setelah dia masuk ke sebuah partai politik. Di Sarapan, penulis mengkritisi berita berita di televisi yang penuh dengan adegan kekerasan dan segala sesuatu yang buram. Lalu ada pula keresahan dan harapan akan sosok pemimpin seperti yang tertuang dalam cerita Surat Untuk Presiden.

Ada dua cerita pendek favorit saya yang sayangnya tidak menjadi judul buku. Cerpen pertama adalah Sansevieria.Sebuah kisah tentang seorang perempuan yang tidak menyukai mertuanya yang nyinyir, tapi melakukan tindakan yang tak biasa. Ia menanam dan merawat dengan baik, banyak tanaman Sansevieria di rumahnya. Tanaman itu dikenal juga dengan nama Lidah Mertua. Ketika tanaman itu telah tumbuh subur, si perempuan malah merusaknya, sebagai simbol kebenciannya pada sang mertua.

Cerita pendek yang lain adalah Gigi. Sebetulnya ide ceritanya sederhana, tentang Al, seorang perempuan yang kehilangan semua gigi depannya, dalam mimpinya. Karena kehilangan gigi biasanya dikinotasikan dengan meninggalnya keluarga terdekat, tentu saja Al sangat kuatir. Dan itu diperingatkan juga oleh sahabatnya, Susi. Untuk cerita ini, saya suka twistnya. Akhir cerita bukanlah kabar kematian salah satu keluarga terdekat, tapi rontoknya gigi depan Susi karena sebuah kecelakaan.

Tapi ada juga dua cerita yang menurut pemikiran awam saya, kurang " nendang". Cerita pertama adalah Undangan. Menurut saya, konfliknya kurang kuat. Ada 2 konflik di cerita itu yakni tentang idealisme dan gagal ginjal, tapi yang satu tidak dikulik dan yang lainnya malah seharusnya tidak jadi masalah.Juga cerita Hujan. Saya paham tentang profesi Mira, tapi hanya menebak nebak. Mungkin maksud penulis, Mira adalah simbol dari fenomena daerah daerah wisata. Tapi menurut saya, konfliknya bisa dipertajam.

Yang saya sukai dari gaya menulis Retno adalah dia tidak mengawang awang dalam tema. Tulisannya sederhana, tidak " berenda renda" tapi semua yang ditulisnya kita hadapi sehari hari. Tulisannya membumi, tapi tetap santun. Dan profesinya sebagai editor juga membuat tulisan tulisannya selamat dari kesalahan EYD. Membaca Braga Siang Itu, seperti membaca hidup...yang ada di sekitar kita, tapi lupa kita cermati. Dan Retno melakukannya buat kita.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

12 komentar:

Leyla Hana mengatakan...

Duh, aku belum baca satu pun karyanya :(( *kurang update

Fardelyn Hacky mengatakan...

Aku jugaaaa....belum satupun buku dari penulis ini pernah kubaca. Hikss... asik ya mbak tulisannya?

Menukil Aksara mengatakan...

Wah, menarik banget. Ini bisa beli langsunv nggak ya, ke Mbak Triani Retno hihi..
Saya juga belum baca buku-buku Mbak Retno. Penisirin :D

Unknown mengatakan...

dik Leyla, Triani Retno adalah penulis dengan banyak Genre, ya remaja, anak anak juga misteri.

Unknown mengatakan...

dik Fardelyn, sederhana dan rapi. Dia bukan jenis pengarang yang tulisannya berenda renda. Rapi karena dia juga editor.

Unknown mengatakan...

sepertinya bisa dik Melani, dia sering promosi buku di wallnya kok.

Riawani Elyta mengatakan...

saya baru baca 1 novel mbak retno, yg judulnya Limit, boleh mampir mbak dan teman2 ke resensi sy ----> http://www.riawanielyta.com/2014/09/resensi-novel-limit-novel-remaja-yang.html, saya jarang baca kumcer, mbak, tapi kumcer ini sptnya menarik juga :)

Unknown mengatakan...

cerpennya bisa dipahami maknanya dik, nggak seperti banyak yang lain yang bikin kita bingung.

Triani Retno A mengatakan...

Makasih resensinya, Mbak Dhani :)

Ternyata banyak yang baca buku saya (satu pun) ya? :D Mari, mari... mampir ke blog saya. Bisa dipilih-pilih di sana #TetapPromo. www.takhanyanovel.blogspot.com

atriasartika mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
atriasartika mengatakan...

Bagi saya buku ini Bandung banget. Settingnya banyak yang berlatar Bandung. Dan ya, kumpulan cerpen ini memang sangat dekat dengan keseharian kita. Nggak perlu mengawang-awang. Oiya, bahasa latin Lidah Mertua, Sansevieria, jadi familiar bagi saya yang tidak begitu pintar biologi ini gara-gara baca kumcer Braga Siang Itu . He..he.. (^_^)

atriasartika mengatakan...

Oiya, saya jua sudah mereview buku ini. Mungkin bisa jadi tambahan informasi juga.
sila menjejak di
http://atriadanbuku.blogspot.com/2014/01/braga-siang-itu.html

Posting Komentar