@SyifaDhani. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

LONDON by Windry Ramadhina

Bahwa sesungguhnya hidup adalah tentang mencari kejelasan dan menerima kenyataan.

Adalah Galang, seorang penulis yang membuat sebuah keputusan berani untuk menyusul gadisnya, Ning, ke London. Saat itu, Galang bersama gengnya lebih dari mabuk, dan tiba- tiba setuju untuk menyatakan perasaannya,pergi ke London untuk bertemu dengan sahabatnya sejak 14 tahun yang lalu, yang selama 6 tahun belakangan ternyata bukan disukainya sebagai sahabat belaka.

Akhirnya sampailah Galang di London, tempat di mana Ning menamatkan kuliahnya di bidang seni dan bekerja di Tate Modern, sebuah galery terkemuka di London. Pada hari pertamanya, Galang tidak berhasil mengejutkan Ning, karena saat itu si gadis sedang berada di kota lain, menangani sebuah aktivitas yang berkaitan dengan lukisan.Dan dari sinilah kejadian demi kejadian saling bersilangan tentang banyak hal, tentang pemilik penginapan dan tamu tetapnya yang menyimpan rasa bertahun tahun lamanya, tentang seorang" malaikat" yang muncul saat hujan dan pergi bersama redanya. Juga tentang Ning yang tetap memesona dan perasaan di antara mereka.

Lantas, ketika akhirnya Galang mengungkapkan perasaan sesungguhnya, apakah perasaannya terbalas. Apakah dengan begitu segala- galanya akan baik- baik saja?Itu semuanya akan jadi ending yang tidak biasa, tapi secara logika memang sudah seharusnya.Karena bukankah hidup sejatinya adalah tentang menerima kenyataan, sebaik atau seburuk apa pun kenyataan itu bukan?



Membaca London karya Windry, saya merasa berada langsung di kota itu. Menikmati kesuraman yang diwakili oleh hujan dan cuaca yang seringkali muram. Juga menikmati keindahan seni lewat penjelajahan Gilang dan Ning ke galleri- galeri terkemuka di sana. Sebagai orang yang belum pernah berkunjung ke London( sepertinya), pengarang saya nilai lebih dari berhasil untuk memindahkan London dalam memori saya.

Ceritanya pun disajikan dengan cantik. Alur yang mengalun, memakai pov 1 dan konflik- konflik yang diselesaikan dengan apik. Seperti pada Memory dimana Windry berusaha mengenalkan dunia arsitek, di London Windry membuka pemahaman kita tentang lukisan dan karya seni yang masih bersinggungan dengan itu. Sebagian besar di antaranya tidak saya pahami( saya Gilang sekali ya), tapi itu tidak menyurutkan langkah untuk membacanya sampai tuntas.Kalau pun ada bagian yang seharusnya bisa dihilangkan tanpa mengurangi secara keseluruhan dari buku ini,saya menyebutnya halaman 208-211. Toh tanpa halaman- halaman tersebut, tidak ada makna yang hilang kok...
Dan walau buku ini belum berhasil menggeser kesukaan saya pada MEMORY, Windry tetap pengarang favorit saya, setidaknya sampai saat ini....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar