Semakin banyak membaca novel dan juga berdiskusi dengan seorang teman penulis, ada suatu hal yang menarik perhatianku, yakni tentang logika dalam cerita. Bagiku, walau novel itu karya fiksi, logika bukanlah hal yang remeh dan sudah seharusnya mendapatkan perhatian serius dari penulisnya.Logika bisa menyangkut karakter tokoh, deskripsi juga setting, baik tempat juga waktu.
Menurutku sebagai pembaca, sebuah novel adalah kesatuan antara rasa dan logika yang masing masing punya porsi yang sama, juga sama pentingnya.Kalau logika yang terlalu dominan, sedang rasa dikesampingkan, hasilnya adalah novel yang mirip buku pelajaran. Sedang kalau rasa dikedepankan dan logika dianaktirikan, hasilnya adalah cerita yang mengawang-awang, tidak menginjak bumi.
Dari kaca mata awam saya, banyak novel yang sepertinya tidak memperhatikan betul- betul masalah logika. Mungkin bagi pembaca yang tidak memahami bahasan penulis, tidak masalah. Tapi tidak demikian bagi yang memahami atau bahkan ekspert di bidang itu. Cerita jadi terkesan banyak bohongnya.
Pernah dalam suatu novel, saya membaca tentang " seorang driver" yang punya banyak kartu kredit di dompetnya. Di kesempatan lain saya membaca, ada cerita tentang seorang anak longlomerat, yang menyumbangkan baju pengantin yang dipakai pada penduduk di suatu lingkungan kumuh untuk dipakai bergantian saat menikah.Janggal bukan, memikirkan biaya menikah pun masalah buat mereka, apakah dengan memakai baju yang tentunya gemerlapan seperti itu bukan hal yang aneh buat mereka.
Di novel lain saya membaca, seorang perempuan karier yang amnesia ditinggalkan sendiri bersama pembantunya, kedua orang tuanya punya bisnis di luar negri dan tidak tahu kalau selama itu anaknya tinggal bersama sahabatnya( laki- laki) yang mengaku kakaknya.Atau tentang rumah bertingkat dua dengan air mancur di halamannya, di daerah elite di Jakarta Selatan, ditawarkan dengan harga "hanya" 800 an juta( tahun 2013)
Masih banyak contoh lain yang bisa kita temukan tentang ketidakcermatan mengolah logika ini. Suatu hal yang mungkin terlewat oleh penulisnya( editornya juga) dan berakibat kurang nyamannya pembaca.
Saran saya, banyaklah membaca, banyaklah bertanya, banyaklah browsing internet. Agar novel yang sudah dibikin seapik mungkin tidak jadi " cacat" karena logika yang tidak atau kurang benar. Dan biarkan kami memperoleh kenikmatan maksimal saat membacanya...(curhat pembaca)
Novel dan Logika
06.52 |
Label:
AKU DAN BUKU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
10 komentar:
Iya Mbak, kalau yg ga ngerti mah Oke-Oke aja ya.. tapi pas ada yg ngerti atw malah ekspert itu.. wah, ketauan deh logikanya bolong2..
Btw, blognya cantiiik..
Iya Mbak. Saya balik ke naskah lagi habis baca ini. :)
Engkau mah periset yang baik kok dik....
dik Linda, setuju. Tapi kadang menganggap semua pembaca paham itu juga bukan pekerjaan yang mudah. Tapi pasti ada hasil yang sepadan ketika kita sudah bekerja keras menyelaraskan logika dan rasa.
wew, mba syifa mah pembaca yang teliti banget yaaa....
mulai meningkatkan semangat membaca dik, juga semangat belajar. Terima kasih sudah mampir...
biasanya logika ceritanya bolog karena kurang riset dan juga kurang menguasai tema yang ingin dibahas
Bagus, Mbak :)
biasa dik, kecerewetan pembaca..hehhe
keren sekali kak
belajar food fotografi
Posting Komentar