Judul buku : NGENEST, Ngetawain Hidup Ala Ernest
Pengarang : Ernest Prakasa
Juml hal : 168
Penerbit : Rak Buku
Genre : Buku Humor
Ernest
Prakasa, konon kabarnya termasuk 3 besar di kontes Stand Up Comedy yang
diadakan sebuah stasiun televisi. Tapi " perkenalan " saya dengannya
berasal dari film Comic 8 . Menurut saya, penampilannya di film itu
paling menonjol, baik secara fisik maupun peran, walau anehnya dialah
yang mukanya paling nggak lucu. Dia sepertinya lebih pantas main film
action dengan postur tubuhnya, juga potongan rambutnya( apa ya
hubungannya?).Kedua kalinya, saya melihatnya lagi di Acara Tonight Show
panduan Ari Untung di NET TV, waktu itu bintang tamunya Rio Dewanto,
Adrian Maulana juga.Gaya bicaranya kalem, ceplas ceplos tapi kena. Nggak
susah bikin orang lain nyengir pokoknya.Dan di sinilah saya sekarang,
membaca bukunya. Manggut- manggut, mikir, ketawa sendirian lalu mikir
lagi.Terpesona dengan gayanya bercerita, juga topik- topik yang
dipilihnya.
Ernest pintar menjadikan setiap topik yang
ditulisnya jadi hidup. Bukan hanya menghibur, tapi sekaligus
meninggalkan renungan di akhirnya. Seperti pada bab pembukanya yang
berjudul Woy Cina. Dia, dengan latar belakangnya sebagai keturunan Cina
berujar bahwa" Dipanggil Cina itu nggak enak, karena itu membuka luka
lama"( halaman 3). Di bab itu Ernest membuka sudut pandang kita tentang
Cina dan steteotypenya, seperti bahwa mereka itu pasti kaya, seringnya
pelit dan biasanya jago bikin makanan enak. Saya jadi ber ooo ooo di
akhir babnya.
Di bab lainnya, Ernest membicarakan
tentang mal yang membanjir di Jakarta.Sampai th 2012, berdasarkan riset
oleh Jurusan Planologi Universitas Trisakti, jumlahnya 120, tidak
seimbang dengan taman kotanya yang hanya 90( halaman 27). Ernest
menyinggungnya dengan kelucuan- kelucuan, seperti jumlah toilet yang
tidak sebanding dengan luas bangunan, lift yang harus ditunggu petugas
atau pun terlalu besarnya mall yang ada, yang bisa- bisa bikin kita
nyasar.
Ernest juga pintar mengritik dengan gayanya
yang ajaib, seperti pada bab Pedas di Lidah Pedas di Kantong, yang
membicarakan tentang meroketnya harga cabe rawit. Di akhir babnya dia
menulis" Semoga bencana kenaikan harga cabe rawit ini segera berakhir.
Gue khawatir kalau begini terus, lama lama koyo cabe bekas bakal diuleg
sama istri gue, dipakai buat cocolan ikan asin"( halaman 37).
Di
Menjadi Minoritas, Ernest bercerita tentang tidak enaknya jadi
minoritas dan itu bisa menyangkut apa saja. Mulai dari suku, kesukaan
terhadap sinetron sampai kendaraan apa yang dipakai buat
beraktifitas.Apa pun, bisa menjadikan kita minoritas kalau secara jumlah
kita kalah banyak.
Semua bab- bab di bukunya adalah
kekinian yang diceritakan dengan gaya humor tapi serius. Dan tanpa
mengurangi kesukaan saya pada bab lainnya, bab favorit saya adalah Air
Susu Ibu. Di bab ini, Ernest menyentil iklan susu formula yang gencar
beriklan secara jor- joran untuk mengalihkan perhatian dari pentingnya
ASI. Ernest bersama beberapa temannya bahkan membentuk sebuah gerakan
bernama" Inisiatif Ayah ASI Indonesia". Ada salah satu bagian dari
statemennya yang saya suka banget, begini" Kalo ASI bartendernya Tuhan
sob.Langsung diracik secara ajaib. Tinggal leb. Masuk akal nggak buat
lo, sesuatu yang alamiah mau disaingin atau bahkan dikalahin sama
sesuatu yang pabrikan? Kagak kan?"( halaman 138)
Kecuali
beberapa thypo yang menyangkut penggunaan bahasa yang banyak di
antaranya bukan bahasa Indonesia yang baik dan benar( mungkin karena ini
bahasa percakapan dan supaya lebih akrab) dan bab terakhir yang
ngambang, buku ini patut dibaca dan perlu.Oh ya, footnotenya juga
membantu banget buat memahami kata- kata yang tidak kita pahami. Buku
ini banyak membawa pesan moral, tentang pentingnya ASI, tentang melihat
dari kaca mata orang lain, tentang memahami dan mengerti.Dan yang tak ketinggalan, belilah buku ini, nggak akan rugi...
0 komentar:
Posting Komentar